Short Story of My Life

Sekian banyak lelaki yang ada dalam hidupku, hanya satu yang datang dan tak pernah pergi. Lebih tepatnya aku yang mendatanginya. Aku yang hadir dalam hidupnya sebagai karunia Tuhan. Lelaki itu sering kupanggil "Ayah". Hanya ada dua sosok laki-laki di rumahku, Ayah dan seorang kakak lelakiku.

Membuka-buka kenangan masa silam membuatku sedikit haru. Sedari aku lahir dan menghirup udara, bahkan sedari aku dibentuk darahnya sudah mengalir dalam pembuluh darahku. Tidak banyak yang bisa kuingat, hanya sepenggal demi sepenggal. Ketika aku belum merasakan dunia dimana aku harus bergelut dengan buku-buku di bangku sekolah, aku diperkenalkan oleh beliau. Pendidik yang tegas, keras, namun sebenarnya ada kasih sayang tersembunyi di setiap sentuhannya, senyumnya, bahkan kata-katanya.

Saat pertama kali perjalanan jauh ke luar kota, berlibur keliling Yogyakarta di usia 4 tahun. Beliau pula yang mengajakku, bersama seorang kakak perempuanku. Mungkin hobi 'travelling' sudah tampak sejak kecil. Betapa senangnya setiap kali aku diajaknya pergi ke tempat-tempat baru yang belum pernah aku kunjungi. Walaupun, ketika aku mulai menginjak  umur 10 tahun tidak lagi sering menghabiskan waktu untuk sekedar berlibur bersama keluarga.



Bahkan menginjak remaja, aku berubah menjadi sosok yang tak betah di rumah, tak ingin terlalu lama di rumah. Mungkin hal yang wajar bagi seorang remaja. Kadang merasa bosan dengan aturan yang ada, sekolah yang melelahkan. Sekalipun itu sekolah terbaik di kota tempat aku tinggal, namun jika aku tak menginginkannya, aku tak akan merasa nyaman sepenuhnya. Namun, hikmah itu disadari ketika aku telah melewati masanya.

Ayah membebaskanku mengambil keputusan untuk melanjutkan ke sekolah menengah atas, sekolah manapun yang aku pilih. Namun, tetap saja beliau mempertimbangkannya. Hingga akhirnya aku memilih sekolah yang jauh dari rumahku dan impianku untuk hidup mandiri terwujud. Namun, saat itu lah aku merasa bahwa waktu bersama keluarga itu penting. Setiap kali aku pulang ke rumah, hanya mendapati mereka yang sibuk dengan urusan masing-masing. Apalagi aku tak bisa terlalu lama di rumah sejak saat itu.

Hal itu berlanjut hingga aku menginjak bangku kuliah. Kurasakan perbedaan yang cukup besar. Tidak ada lagi yang mengaturku, bahkan tidak akan ada yang bertanya ketika mataku sembab di pagi hari. Mungkin dirasa aku telah bisa mengambil segala tanggung jawab atas tindakanku dan aku dianggap bukan anak kecil lagi. Namun, di sana lah aku merindukan suasana seperti dulu. Bagaimana bisa menggenggam erat kedua tangan orang tuaku saat berjalan bersama.

Hari ini pun, ketika suasana di rumah yang entah seperti apa, aku tak pernah diberi kabar ketika aku jauh. Saat ada yang sakit. Mungkin karena mereka tak ingin mengganggu studiku di sini. Memang sebentar lagi aku akan menjadi mahasiswa tingkat tiga, tapi bukan berarti harus menghalangiku dari kabar yang seperti itu. Hanya bisa menyampaikan doa untuk segala kebaikannya dari jauh. Perjuangan di minggu-minggu terakhir telah menanti, yang bisa dilakukan sekarang hanya melakukan yang terbaik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM HANDASAH ACARA I PENGENALAN ALAT

MAKALAH : KONTRIBUSI SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA DIKAJI DARI GEOGRAFI EKONOMI

Let's Talk About Love