Let's Talk About Love

Cinta satu kata beribu makna. Cinta Sang Pencipta terhadap makhluknya sudah pasti adanya. Cinta manusia terhadap sesamanya juga sudah sewajarnya. Namun, tidak semua manusia dapat mengartikan sesuai dengan porsi dan batas wajar. Jangan pernah menyalahkan hadirnya, sakit itu bukan sepenuhnya salah cinta. Tuhan punya tujuan menghadirkannya dalam kalbu, cinta itu fitrah. Hanya saja kadang manusia tak bisa mengendalikannya. Kadang juga kurang tepat dalam penyampaiannya. Tidak perlu juga terlalu mengagungkannya, biarlah ia tetap pada batas wajarnya.

Di antara sekian banyak hari yang telah berlalu, sebagaimana siang menggantikan malam. Tuhan telah mempertemukan dan memperkenalkan Ame dengan seorang seniornya. Sesederhana menemukan banyak orang di antara keramaian. Entah sejak kapan, tak tahu pastinya keakraban itu terjalin. Ame begitu menyadari dirinya tidaklah lebih dari seorang junior dan partner bagi seniornya itu. Ia memang sudah mengungkapkan sejak cinta menghampirinya bak desir angin berbisik lembut dalam lubuk hatinya. Ame menyambutnya dengan penuh kemeriahan, tapi ia tahu jika seniornya tidak seperti itu. Ini hanya sarah, mungkin bertepuk sebelah tangan. Namun, Ame tak pernah menganggapnya seperti itu, ia tetap memperjuangkan dan mempertanggungjawabkan rasa yang hadir dalam kalbu. Sekalipun hanya termaktub dalam catatan hariannya. Kalimat-kalimat yang mungkin hanya akan menjadi rahasia antara ia dan Tuhan.




Teruntuk dirimu (IT),
Belajar dan mengajarkan adalah awal dari keakraban. Bukan siapa yang lebih pandai tapi kita belajar bersama. Aku mengagumimu, tapi aku hanyalah Bumi yang tak mampu melawan gravitasi Matahari dan akan tetap berevolusi bersamanya. Kau begitu besar, sedangkan aku hanyalah bagian kecil dari galaksi. Seberapapun dekatnya diriku denganmu masih banyak yang lebih dekat denganmu. Mungkin aku harus jutaan kali lebih cepat berlari untuk mengejar dan menghentikan langkahmu hanya untuk mengatakan bahwa rasa itu ada.

Sesekali aku seperti semak kering yang mengharap butir hujan turun dari langit dengan lembut membasuhnya dengan kesejukan. Namun, secercah rasa takut menyerang. Takut jika akan membuatku bergantung denganmu, hanya memandang ke langit dan mengulurkan tangan, lalu berharap kau menyambutnya. Sesekali mengintipmu dalam diam. Aku takut jika harus beradu pandang denganmu. Bergemuruh suara ombak yang tiada henti tiba-tiba datang dan bahkan ketika bayangmu menghilang dari pandangan, suara itu masih terdengar.

Aku tak ingin rasa ini mengubah silaturahmi yang telah terjalin. Biarkan ini menjadi milikku. Jika memang Tuhan menghadirkanmu bukan hanya sebatas untuk belajar tapi juga sebagai imamku, aku akan tetap menyimpannya. Biarkan Tuhan yang menjaganya. Inginku hanya tetap bebas melihat senyummu, bergurau denganmu. Aku tak ingin kehilangan keakraban ini. Abaikan rasa yang hadir dalam hatiku. Sekalipun aku memang memperjuangkannya tapi kau tak perlu turut bersamaku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM HANDASAH ACARA I PENGENALAN ALAT

MAKALAH : KONTRIBUSI SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA DIKAJI DARI GEOGRAFI EKONOMI