POTENSI WILAYAH GUNUNGAPI CIREMAI
Oleh:
Fatma Roisatin
Nadhiroh
130722616093
Pendahuluan
Gunung Ciremai merupakan salah satu gunungapi
yang terletak di Provinsi Jawa Barat yang secara administratif termasuk dalam
wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan
Kabupaten Majalengka. Kawasan Gunung Ciremai ditetapkan menjadi Taman Nasional
Gunung Ciremai (TNGC) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004. Kawasan tersebut sebelumnya merupakan
hutan lindung dan hutan produksi (Anonim, 2012 dalam Yuniarsih, dkk, 2014).
Metode
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data Potensi
Wilayah Gunungapi Ciremai dilakukan melalui kajian literatur terkait.
Sehingga data yang diperoleh berupa data sekunder dan dianalisis secara
deskriptif dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
(SWOT) untuk mengetahui potensinya.
Karakteristik Gunungapi Ciremai
Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di
Jawa Barat yang memiliki ketinggian 3.078 mdpl yang membentuk kerucut. Gunung
ini merupakan gunung api yang pernah meletus setelah tahun 1600 sehingga
dimasukkan ke dalam tipe A. Selain merupakan gunungapi tertinggi di Jawa Barat,
gunung tersebut juga merupakan gunung api soliter yag terpisah dari klaster
gunung api lainnya di Pulau Jawa (Pratomo, 2006 dalam Dulhadi, 2012). Gunung
Ciremai bertipe strato (terbentuk secara berlapis), pembentukannya dimulai
sejak permulaan Zaman Kuarter (Plistosen) (Samodra, 2008 dalam Dulhadi, 2012).
Keterpisahan yang terjadi selama ribuan tahun dengan gunung lainnya memberikan
peluang terjadinya berbagai varietas ataupun anak jenis hayati khas pegunungan;
namun dangat memungkinkan timbulnya keanekaragaman genetika.
Karakter erupsi Gunung Ciremai adalah berupa
erupasi eksplosif berskala menengah (dimanifestasikan oleh sejumlah endapan dan
jatuhan piroklastik). Secara berangsur kekuatan erupsi melemah dan cenderung
menghasilkan erupsi magmatik. Selang waktu aktivitas Gunung Ciremai terpendek 3
tahun dan terpanjang 112 tahun.
Potensi Gunungapi Cireamai
Kekuatan (Strengths)
Penunjukkan kawasan Hutan Gunung Ciremai
menjadi Taman Nasional berdasarkan keanekaragaman hayati yang tinggi, merupakan daerah resapan air bagi
kawasan di bawahnya dan beberapa sungai penting di Kabupaten Kuningan,
Majalengka dan Cirebon serta sumber beberapa mata air yang dimanfaatkan untuk
kebutuhan masyarakat, pertanian, perikanan, suplai PDAM dan industri, memiliki
potensi ekowisata seperti panorama alam yang indah, hasil hutan non kayu
seperti tumbuhan obat, budidaya lebah madu dan kupu-kupu, potensi untuk
penelitian dan pendidikan, situs budaya dan bangunan bersejarah, sehingga perlu
dilindungi dan dilestarikan. Hasil penelitian LIPI dan Badan Geologi, Noerdjito
dan Mawardi (2008) dalam Dulhadi (2012) memperkuat dasar tersebut dan
menyatakan bahwa kawasan TNGC merupakan sumber utama masyarakat Kabupaten
Kuningan, Cirebon, Majalengka, Indramayu bahkan sampai Brebes dalam memasok
kebutuhan air. Untuk itu seharusnya kawasan yang harus dilindungi mencapai
22.600 ha yang melebihi luas kawasan TNGC yang hanya 15.500 ha berdasarkan
jenis tanah, ketinggian dan kemiringan lereng.
Pemanfaatan wisata alam TNGC hingga saat ini telah berkontribusi kepada
pendapatan masyarakat, pemerintah, atau stakeholders lainnya seperti Badan
Usaha Milik Daerah (PDAU Darma Putra Kertaraharja), dan perusahaan swasta (CV. Wisata Putri
Mustika). Pengusahaan sumber daya air secara komersil memberikan kontribusi
pendapatan bagi pemerintah daerah Kabupaten Kuningan melalui setoran pajak air
permukaan, laba perusahaan dan pendapatan asli daerah yang disahkan yaitu
berupa setoran dari Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kuningan, Kabupaten
dan Kota Cirebon, dari Perusahaan Indocement serta pengusaha air dalam kemasan.
Secara non komersil sumber daya air TNGC telah digunakan masyarakat sekitar
hutan bagi pemenuhan air bersih keluarga, dan untuk mengairi lahan pertanian.
Pemanfaatan hasil tanaman MPTS berupa pemanenan buah hingga tahun 2011 hanya
terjadi pada 3 keluarga di Desa Seda, sedangkan di desa lain lahan tanaman MPTS
ini sudah ditinggalkan tanpa pemeliharaan. Berkaitan dengan tujuan kedua, hasil
analisis proses hirarki menunjukkan bahwa masyarakat dan stakeholders lainnya
menginginkan pengembangan pengusahaan wisata alam dengan persepsi dapat
menghasilkan kesempatan kerja dan pendapatan yang lebih baik (Yuniarsih, 2015).
Kelemahan (Weakness)
Adanya berbagai macam potensi di Gunung
Ciremai secara umum dikelola sebagai taman nasional dan merupakan kawasan
lindung. Namun, kurangnya pengelolaan yang sesuai dan kurang ketatnya peraturan
daerah dalam penerapan pemanfataan sumber daya alam oleh pihak asing dapat menjadikan
penurunan kualitas lingkungan dan mengurangi pendapatan masyarakat. Selain itu,
potensi wisata yang menjanjikan juga dapat menjadi sektor pendukung
perekonomian, namun tidak diimbangi dengan wisatawan yang seharusnya turut
menjaga lingkungan ketika berwisata di wilayah tersebut.
Peluang
(Opportunities)
Adanya
beberapa jenis satwa, antara lain macan kumbang, surili dan elang jawa dapat
menjadi salah satu daya taring tersendiri, baik untuk wisata maupun penelitian
dan pendidikan. Selain itu, hal tersebut yang melandasi penunjukkan kawasan
hutan Gunung Ciremai sebagai taman nasional. Inventarisasi menunjukkan bahwa di
TNGC minimal masih terdaat 37 jenis mamalia (9 jenis dilindungi, 7 jenis
endemik), 118 jenis burung (23 jenis dilindungi, 10 jenis endemik), 56 jenis
herpetofauna (5 jenis endemik), 48 jenis moluska (1 jenis endemik) dan 128
jenis tumbuhan berbentuk pohon (2 jenis dilindungi, 2 jenis endemik).
Gunung
Ciremai menyimpan kekayaan alam yang berlimpah selain sumber mata airnya
seperti antara lain bahan galian tambang, dengan tanah yanng subur, serta
fungsinya sebagai kawasan konservasi alam dan zona resapan air (Irawan, dkk,
2009). Stattersfield dkk. 1998 (dalam Rombang & Rudyanto 1999) menyebutkan
bahwa Gunung Ciremai merupakan salah satu daerah penting bagi burung. Di
kawasan ini tercatat adanya 20 jenis burung rentan dan/ atau sebaran terbatas
(endemik). Dalam kegiatan inventarisasi, Noerdjito (belum dipublikasikan) telah
menemukan 11 jenis sedangkan 9 jenis yang belum ditemukan adalah Cochoa
azurea, Stachyris thoracica, Garrulax rufifrons, Alcippe
pyrrhoptera, Crocias albonotatus, Tesia superciliaris,
Seicercus grammiceps, Rhipidura euryura dan Serinus estherae.
Berdasarkan
hasil studi BAPPEDA Kab. Kuningan (2000) dan Suwandhi (2001) dalam Noerdjito
(2009), di kawasan TNGC ditemukan sekitar 32 jenis vegetasi pohon pada
ketinggian antara 1.200 – 2.400 mdpl, antara lain: Saninten (Castanopsis
javanica), kitandu (Fragraera blumii), ki pulusan (Villubrunes
rubescens), kalimorot spicata), tangogo (Castanopsis tungurut), pasang
(Lithocarpus sundaicus), janitri (Elaeocarpus stipularis), pasang
bodas (Lithocarpus spicatus), saninten (Castanopsis argentea),
kiara (Ficus sp), ki jalantir, hamberang (Ficus cf.Padana). Beberapa
jenis langka di TNGC diantaranya: lampeni (Ardisia cymosa DC.), kakaduan
(Platea latifolia Blume), Villebrunea rubescens, Prunus javanica,
Symplocos theaefoli, Eurya acuminata.
Berdasarkan
penelitian LIPI, jenis tumbuhan yang ditemukan pada kawasan dataran tinggi
kering, vegetasi non anggrek didominasi oleh Pinanga javana, Pandanus
sp. Tepus (Nicolaia sp.), sedangkan vegetasi dataran tinggi basah di
dominasi dengan tumbuhan paku tiang Cyathea sp. Secara umum vegetasi
hutan Gunung Ciremai banyak ditumbuhi keluarga huru (Litsea spp), Mareme
(Glochidion sp), Mara (Macaranga tanarius), Saninten (Castonopsis
argentea.), Sereh Gunung (Cymbophogon sp), Hedychium sp. Ariasema
sp.
Selain flora
dan fauna yang menjadi potensi tersendiri, panas bumi di gunung tersebut juga
dapat dimanfaatkan sebegai pembangkit listrik. Seperti halnya yang dibuat di
Radar Cirebon (Rabu, 05 Maret 2014), potensi
tenaga panas bumi yang terkandung di kaki Gunung Ciremai sedikitnya terdapat di
tiga lokasi yakni di Desa Sangkanhurip Kecamatan Cigandamekar, Desa Ciniru dan
Pajambon Kecamatan Jalaksana. Berdasarkan hasil penelitian
potensi tenaga listrik yang dapat dihasilkan dari tiga lokasi tersebut tidak sama.
Dari Kawasan Sangkanhurip dapat menghasilkan tenaga listrik sebesar 50 mega
watt, Pejambon 100 hingga 150 mega watt dan Ciniru lebih dari 150 mega watt.
Ancaman (Threats)
Adanya berbagai macam potensi tersebut akan
berdampak pada kondisi lingkungan maupun masyarakat yang bermukim di kawasan
Gunung Ciremai. Salah satunya dampak yang pernah terjadi yaitu adanya kebakaran
hutan yang diduga dipicu oleh pendaki pada tahun 2015 lalu, sehingga merusak
lingkungan dan mengurangi keanekaragaman hayati yang ada. Tidak hanya itu,
pemanfaatan tenaga geothermal yang dikelola oleh perusahaan asing (PT Chevron)
dan menjadikan Gunung Ciremai, meliputi wilayah Kabupaten Kuningan dan
Majalengka sebagai Wilayah Kerja Pertambangan, menambah daftar kerusakan
lingkungan. Dampak terhadap masyarakat yaitu, masyarakat sekitar hanya
menggarap wilayah tersebut seluas 8 ha sebagai wilayah produkti. Hal tersebut
menyebabkan kerugian pada masyarakat secara ekonomi dan kerusakan terhadap
lingkungan. Kurangnya kesadaran, pengetahuan dan keterampilan dalam menjaga
alam menjadi salah satu penyebabnya.
Daftar Rujukan
Dulhadi. 2012. Zonasi Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan
dan Majalengka Provinsi Jawa Barat. Kuningan: TNGC.
Irawan, D. Erwin, dkk. 2009. Metoda Pelacakan Hidrokimia untuk Memetakan
Kondisi Hidrogeologi Gunung Ciremai (Hidrogeologi sebagai Salah Satu Parameter
Kendali Perencanaan Wilayah). Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Redaksi Radar Cirebon. 2014. Ciremai Miliki Potensi Listrik Besar (Rabu, 5
Maret 2014). (online). http://www.radarcirebon.com. Diakses tanggal 10
Februari 2016.
Yuniarsih, Ai, dkk. 2014. Pemodelan Sistem Pengusaan Wisata Alam Taman
Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Jurnal Manusia dan Lingkungan 21 (2):
220-231.
Yuniarsih, Ai. 2015. Model Pengembangan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya
Alam Taman Nasional Gunung Ciremai (Disertasi). Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Komentar
Posting Komentar